Selasa, 30 Maret 2010

Aku tetap melangkah

Aku pernah menulis dengan tinta emas, pada dinding harapan di langit sana, sebuah harapan yang bermekanisme pada tekad yang ingin kurangkai sejernih mungkin pikiran ini. Walaupun memang sulit untuk di jalani, tapi inilah jalan yang harus ditempuh dalam jarak waktu dan senti yang tak berbatas, karena hanya kematian yang akan mengakhiri hijrah ini. Bertahun-tahun dalam angan, hingga kelu dan putus asa selalu hinggap membisikan kehancuran, membuat angan meronta berkata “tidak adil”, tapi kuyakini satu hal untuk bermilyar hal, inilah “perjuangan” inilah bait titik dan koma yang akan memutarkan waktu membuat kita mengecap manis pahit sebuah cita-cita. Karena di ujung sana ada sebutir mutiara berharap ku kan datang mengambilnya. Banyak hal yang perlu disadari dan di maknai, namun ingatan harus tetap tertanam dalam hujaman hati bahwa segala yang kita kerjakan dengan peluh keringat takkan ada yang sia-sia, walau kehancuran bertubi-tubi tapi selalu dan selalu ada hikmah sebagai hadiah pamungkas dari sebuah rasa kecewa.


8 tahun berlalu dari keberanianku untuk berjalan jauh dari dekapan hangat ibuku. Ya, walaupun dulu aku sempat merintih menahan rasa sakit, namun semua adalah sementara karena setelah itu ada susunan estapet berlari kencang menempuh setiap terjal dan aral. Ucapan itu terus mengalir membasahi dahaga ini, ketika kekeringan bagaikan sahara yang tiada berujung, “ini metode pembelajaran menjadi dewasa” kata ini adalah lahir dari seorang yang selalu menemani ingatan batin ini. Walaupun jauh namun kharismanya tetap tertanam, walaupun sudah bertahun lama tapi aku masih hafal. “IBU”. Ini memang kisah yang telah dirangkai di langit sana, ketetapan untuk hambaNya sebagai bahan untuk mencapai keabadian sejati, apakah naar ataukah jannah.


Sampai hari ini, entah pertengahan atau baru mulai ataukah juga menuju titik akhir aku tidak tahu. Yang ku yakini adalah setiap langkah harus kurangkai menjadi sebuah senyum menawan.


Kembali mengingat ketika 5 tahun lalu aku memasuki bangku MA, rangkaian asa mulai kutulis satu persatu dalam catatan harian anak ingusan, tanpa pemikiran yang panjang aku menulis dengan harapan besar, walaupun entah aku sadar atau tidak siapakah yang akan membantu ku mencapainya, satu hal yang kuyakini Allah akan membatu setiap usaha kerja keras. Walaupun terjadi degradasi harapan tapi semua itu adalah bagian dari seni kehidupan. Hingga di ujung senja kala itu aku memulai senyum, untuk kembali membangkitkan perebahan ini dari peristirahatannya. Bilamana nanti adalah kepiluan menanti, aku akan tetap berdiri meneguhkan kaki, menetapkan hati, kan kembali kususun untuk berjalan kembali menyusun rencana menemui mutiara itu.


Sebelum harapan ini memudar, dalah harap dan doa, semoga Allah menetapkan “dia” sebagai orang yang dipilihkan untuk menjadi patner perjuangan ini. Walaupun masih jauh namun aku akan tetap merangkai mendapatkan susunan hati. Untuk bisa sama-sama menggapai asa. Karena Allah..


Kini, esok, dan selamanya tiada satupun yang dapat memberhentikan langkah ini, kecuali kematian yang telah di tetapkanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar