Jumat, 31 Desember 2010

Hijrah Menuju Islam Kaffah

Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna. Islam menuntut setiap pemeluknya untuk menjalankan ajarannya dalam segala aspek secara kaffa (parsial)

Hai orang-orang yang beriman masuklah kedalam Islam secara keseluruhan”

Ini menunjukkan bukti mutlak tuntutan wajibnya menjalankan hukum Allah, yang kita kenal dengAn syariat Islam, dalam segala aspek baik itu mahdoh maupun ghair mahdoh.

Namun seiring perkembangan zaman yang kebablasan terkontaminasi dengan konsep kaum kafir, umat Islam secara tidak sadar terpengaruh akidahnya, sehingga seringkali terjadi penghujatan terhadap harakah Islam yang bercita-cita mengembalikan kehidupan Islam oleh umat Islam itu sendiri yang memang dari segi akidah sudah di cekoki pola-pola pemikiran kufur.

Konsep kembali kepada hukum Islam, menjadi hal kuno bagi kebanyakan umat Islam, bahkan seringkali dari kalangan ulamapun beranggapan bahwa syariat Islam tidak cocok dengan kehidupan sekarang dikarenakan pola kehidupan masyarakat majemuk. Pengkaburan keotentikan sejarah Islam dengan mencontohkan penyelewengan-penyelewengan di zaman kekhalifahan seolah dijadikan dalih kotor gagalnya sistem khilafah Islamiyah waktu itu. Seperti zaman dinasti umayyah, diantaranya terjadi nepotisme suksesi pengangkatan kepemimpinan terhadap Yazid. Namun Islam menjawab hal ini merupakan penyelewengan individu, bukan penyelewengan Khilafah Islamiahnya. Karena bukti sejarah menggambarkan bagaimana keberhasilan kepemimpinan Islam dalam segala bidang terutama ketika masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Di zaman beliau pendidikan berkembang pesat, keamanan terjaga, kesejahteraan rakyat terjamin, sehingga sulit sekali mencari orang yang mau diberi zakat. Hal ini membuktikan betapa luar biasanya jika sistem pemerintahan menggunakan sistem Khilafah Islamiyah. Bahkan pada zamannya itu, kaum kafirpun merasa segan dan tentram dengan penerapan sistem Khilafah Islamiyah.

Di zaman era jahiliyah sekarang ini, yang ditandai kebobrokan moral yang masif membuktikan hanya sistem Islamlah yang mampu mengembalikan keberadaban umat manusia, percaya ataupun tidak kelak mimpi itu akan segera terwujud. Masyarakat ingin kembali merasakan pendidikan gratis, merasakan kesejahteraan.

Dalam kaidah ushul fiqh, sesuatu itu menjadi wajib jika ada sesuatu yang mewajibkannya. Sebagai contoh, untuk melaksanakan shalat maka kita wajib wudhu, maka tempat wudhu menjadi wajib karena adanya kewajiban wudhu. Penerapan Islam kaffah dalam segala kehidupan mewajibkan adanya daulah (negara) dan seorang khalifah. Hal ini menjadi bukti keurgensian adanya Daulah Khilafah Islamiyah, tanpa adanya daulah Islam maka ironis sekali hukum Islam dapat diterapkan secara parsial.

Di Indonesia cita-cita penegakkan Khilafah Islamiyah, ditentang banyak kalangan karena beranggapan tidak cocok jika diterapkan di negara ini yang rakyatnya beragam. Hujjah mereka hanya demokrasilah yang cocok dengan bangsa ini, dengan berkelit demokrasi juga merupakan deferensiasi dari produk Islam. Namun jika kita sedikit mau melihat sejarah dan konsep demokrasi, banyak hal yang bersebrangan dengan Islam. Demokrasi merupakan produk kaum kafir, demokrasi merupakan sistem kufur yang di dalamnya berbicara tentang mayoritas dan HAM, berbeda sekali dengan sistem Islam yang berlaku mutlah hanya hukum Allah. Ketika melihat perjudian, penyesatan, yang dikatakan demokrasi “biarkan saja, kita tidak berhak mengganggu karena itu adalah HAM”, berbeda sekali dengan ketika Islam menyikapi hal seperti ini, dengan lantang “itu merupakan perbuatan dosa, haram dan harus mendapatkan hukuman sesuai dengan Alquran dan Hadist”. Secara singkat dalam Islam yang menjadi batasan adalah haram, makruh, mubah, sunnah dan halal.

Mari kita merenung, tentang perbedaan hak dan bathil ini. Mau kemana langkah kita? Membuka mata hati kita, untuk kembali pada hukum Allah. Jangan mau hidup dalam kungkungan sistem kufur yang sengaja memisahkan agama dengan kehidupan. Jangan jadi mau bagian penghujat hukum Tuhan. Jangan mau juga jadi bagian aktivis-aktivis pengganti hukum Allah.