Minggu, 27 Maret 2011

Tersenyumlah

Seluas senyum pemberi kabar gembira, pada hati-hati yang merintih kesakitan. Dalam lorong-lorong sempit pertikaian antara harapan dan kenyataan. Mencari secerca harapan di lubang-lubang rumah bilik yang kumuh. Sedari menyandarkan lusuhnya pencari kabar gembira, merebahkan kelelahan yang kiat menguat.

Senyum adalah tanda seorang mukmin. Senyum adalah sedekah yang mudah namun begitu nikmat. Mengurai makna betapa jiwa-jiwa pemilik senyum selalu setegar matahari yang tak pernah memikirkan bagaimana caranya penduduk bumi agar berterima kasih padanya. Selalu ikhlas, selalu indah dalam makna yang tak mampu tersampaikan. Tersenyum laksana perekat luka, obat kesedihan yang sangat manjur. Seseorang yang tersenyum dalam menghadapi problema hidup, ia akan mampu mengimbangi kesedihannya dengan memunculkan solusi-solusi terbaik. Maka tersenyumlah saat langit mulai buram, saat dunia mulai penuh dengan tangisan.

”Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan itu banyak : tasbih, tahmid, takbir, tahlil (dzikir), amar ma’ruf nahyi munkar, menyingkirkan penghalang (duri, batu) dari jalan, menolong orang, sampai senyum kepada saudara pun adalah sedekah.”

Inilah esensi dari senyum yang di awali sejak membuka mata, di awali dari sebuah keikhlasan, sehingga berbuah pahala yang melimpah. Bahkan dengan senyum jiwa akan selalu segar, penyakit akan menyingkir. Sungguh berapa banyak orang-orang yang merasa bahagia saat kita tersenyum dihadapannya. Bersedekahlah dengan indah.

Senyuman merupakan sihir yang sangat manjur, mampu memukai setiap jiwa. Senyuman bila menyapa kekeringan maka akan mengalirkan air kesejukan. Apabila menyapa menghinggapi permusuhan maka akan melahirkan perdamaian.

Mari kita berkaca pada suri taulada kita Rasulullah Saw, bagaimana beliau selalu memancarkan senyum disetiap pergaulannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi, Al-Husein Radliyallahu’anhu, cucu Rasulullah SAW menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata, ”Aku bertanya kepada Ayahku tentang adab dan etika Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau. Ayahku menuturkan, ‘Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa tersenyum, berbudi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja mengharapkan pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas…..” (Riwayat At-Tirmidzi)

Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga merupakan seorang suami yang penuh canda dan senyum dalam kehidupan rumah tangganya.

Aisyah Radliyallahu’anha mengungkapkan, ”Adalah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam ketika bersama istri-istrinya merupakan seorang suami yang paling luwes dan semulia-mulia manusia yang dipenuhi dengan gelak tawa dan senyum simpul.” (Hadits Riwayat Ibnu Asakir)

Aisyah Radliyallahu’anha bercerita, yang artinya, “Tidak pernah saya melihat Raulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah dengan tersenyum.” (Hadits Riwayat Al-Bukhari)

Rasulullah pun tersenyum selalu, mengapa kita tidak?

Tersenyumlah. Ia dapat menghilangkan sakit pada hati, ia dapat meneguhkan silaturahim, ia dapat mencairkan suasana yang beku, ia dapat memberikan semangat, ia dapat menjadikan wajah kita berseri-seri, ia dapat membuat hidup jauh lebih berwarna. Banyak hal yang bisa kita dapatkan dengan senyuman. Jadi, tersenyumlah.. Rasakan apa yang engkau dapatkan dengan senyummu.

Optimis

Masalah merupakan sebuah keniscayaan, tidak ada hidup tanpa melewati sebuah masalah. Masalah adalah sunatullah, bahkan alat untuk menunjukkan sejauh mana diri seorang manusia itu lemah atau kuat. Alangkah miris, jika ada orang yang berkeluh kesah dengan mengatakan Allah azza wajalla tidak adil karena merasa tidak pernah menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Allah azza wajalla selalu menguji hambanya dengan masalah sesuai kadar kemampuannya, itu adalah cermin bagi setiap pribadi. Allah azza wajalla pun tidak akan pernah menurunkan masalah tanpa melampaui batas kemampuan hambanya. Keputusasaan adalah tanda kemunduran husnudzon terhadap Allah azza wajalla, dan perlintasan yang melenakan dari jalan fitrah.

Allah menguji hambaNya dengan menimpakan musibah sebagaimana seorang menguji kemurnian emas dengan api (pembakaran). Ada yang ke luar emas murni. Itulah yang dilindungi Allah dari keragu-raguan. Ada juga yang kurang dari itu (mutunya) dan itulah yang selalu ragu. Ada yang ke luar seperti emas hitam dan itu yang memang ditimpa fitnah (musibah). (HR. Ath-Thabrani)

Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR. Tirmidzi)

Seorang mukhlis akan senantiasa optimis dalam menghadapi masalah yang pelik dan berubi-tubi yang dihadapi, dan senantiasa melihat ada sebuah hikmah yang terkandung di atas manhaj yang benar.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu.(Q.S Al-Baqarah: 216)

Terkadang apa yang membuat hati kita tidak suka, kita akan menganggap itu adalah sebuah bencana yang mengerikan. Cobaan yang terus menghampiri, kelaparan yang berkepanjangan, pekerjaan yang melelahkan tidak pernah selesai, tugas-tugas yang menguras pikiran kita, semua itu menjadikan hati selalu berperasangka buruk. Abu Darda’ berkata: ada tiga hal yang sangat dibenci oleh orang-orang, namun aku justru menyukainya. Ketiga hal tersebut adalah: Aku suka kefakiran, sakit dan kematian. Mengapa? Karena kefakiran adalah ketenangan hati, sakit adalah pelebur dosa, dan kematian adalah pertemuan dengan Allah azza wajalla.

Di dalam kesempitan yang kita rasakan, selalu tersembunyi jalan keluar. Dalam kesedihan yang dihadapi, ada hal yang menggembirakan dari kesedihan itu sendiri. Dari ujian-ujian yang selalu datang seakan-akan adalah bencana, maka itu akan berubah menjadi sebuah kebaikan iman dan optimisme dari ujian yang dihadapi dengan hati yang ikhlas.

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami”. (Fathir: 34)

Sudah saatnya melebur tangis dengan bahagia, damaikanlah bola mata dengan optimisme bahwa segala yang kita inginkan akan tetap tercapai selama kita meyakininya. Manusia hanya diperintahkan untuk berusaha mencapai apa yang dicita-citakan, tapi hasilnya semua kembali kepada Allah azza wajalla. Bukan sebuah kelaziman jika kita berkeluh kesah terhadap sebuah kegagalan, tapi jadikanlah kegagalan ada sebuah cermin sebagai guru untuk muhasabah di masa mendatang.

Allah azza wajalla yang menyibakkan subuh, menggerakkan gunung-gunung berjalan, meniupkan angin, menurunkan hujan yang menjadikan tumbuh-tumbuhan subur, Allahlah yang mengatur hidup dan kehidupan.

“Dan, malam ketika telah berlalu, dan shubuh apabila mulai terang” (Q.S Al-Muddatstsir: 33-34)

Malam akan tesibak, simpulkun akan terurai.

Yang takut mendaki gunung akan selamanya hidup dalam kubangan.

Istimewanya seorang mukmin

Tidak ada seorangpun yang lebih mulia di sisi Allah azza wajalla selain seorang mukmin. Firasatnya adalah nur Allah, ucapannya adalah titah Al-Quran dan Sunnah, langkahnya terarah menuju jannah sejati, doanya makbul, senyumnya pun menyejukkan kekeringan.

Tidak ada satu perbuatanpun yang tidak di dasari oleh hukum Islam. Bergembira terhadap kebaikan, dan berduka cita terhadap keburukan. Ingatlah saudaraku, amalan seorang mukmin itu senantiasa berpahala walaupun hanya dalam sesuap makanan yang diangkat kemulut istrinya, Subhanallah.

Rasulullah Saw bersabda:

Aku mengagumi seorang mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut isterinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Seorang mukmin akan selalu mengingat Rabbnya baik dalam keadaan susah maupun senang. Dalam langkahnya yang terengah, kesedihan yang melahirkan gundah, Allah azza wajalla selalu menjadi ujung tombak setiap penyelesaian masalah. Tanpa ada rasa keluh dan kesah, karena hidupnya hanya diniatkan untuk ibadah.

Seorang mukmin siap melaksanakan haknya terhadap mukmin lainnya. Ia akan selalu melihat saudaranya dengan penuh rasa hormat, mencitainya didalam hatinya, menyantuni saudaranya dengan harta yang di miliki, tidak menggunjingnya atau mendengar penggunjingan terhadap kawannya, menjenguk saudara bila ada yang sakit, melayat jenazah saudaranya, dan tidak pernah memperbincangkan kecuali kebaikan setelah saudaranya wafat.

Seorang mukmin ditekankan untuk selalu tetap kuat dalam segala medan, semangatnya membara menembus langit, karena sesungguhnya Allah sangat menyukai mukmin yang kuat daripada mukmin yang lemah. Tidak suka berandai-anda terhadap apa yang menimpa dirinya, akan tetapi ia akan berhusnudzon terhadap kebaikan dan keburukan yang ia alami.

Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada seorang mukmin yang lemah dalam segala kebaikan. Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah pertolongan Allah, dan jangan lemah semangat (patah hati). Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata, "Oh andaikata aku tadinya melakukan itu tentu berakibat begini dan begitu", tetapi katakanlah, "Ini takdir Allah dan apa yang dikehendaki Allah pasti dikerjakan-Nya." Ketahuilah, sesungguhnya ucapan: "andaikata" dan "jikalau" membuka peluang bagi (masuknya) karya (kerjaan) setan." (HR. Muslim)

Ia adalah penyelamat saudaranya dari kejahatan dirinya dan orang lain. Melihat masalah secara parsial, kebijaksanaan adalah ciri khas tiada tergantikan. Subhanallah.

Ukhuwah yang merekah

Seroja mungkin indah, melati mungkin wangi. Tapi ukhuwah? Ia bening lagi suci. Tegurnya adalah cinta, marahnya adalah nasehat, kasihnya adalah mimbar surga.

Ukhuwah itu indah, menggelayut mengaitkan batin. Kemanapun pergi suasana cinta yang tertanam karena Rabb-Nya mengiringi setiap suka cita persaudaraan. Perbedaan bukanlah halangan, tinggi rendah bukanlah ukuran, namun satu aqidah itulah yang mempersatukan. Betapapun warnanya, hitam ataukah putih, ukhuwah tetaplah ukhuwah, satu dalam perbedaan, satu dalam kebersamaan.

Ukhuwah itu merasakan apa yang dirasakan. Ketika bagian dari tubuh merasakan sakit, maka bagian tubuh yang lainpun merasakan kesakitan. Peduli terhadap saudaranya, merasa iba terhadap keadaan saudaranya jika ditimpa kesedihan. Maka ukhuwah, akan merajut kepedulian, merangsang persaudaraan membuahkan sikap taawun.

Kebajikan sebajik namanya, keramahan seramah wujudnya, dan kebaikan itu sebaik rasanya. Senyum adalah pangkal dari keharmonisan, menandakan betapa tingginya jiwa seorang anak manusia. Apalagi jika senyum itu mampu mengurai kekakuan, mencairkan suasana. Disinilah ukhuwah di aktualkan, ketika bertemu berucap salam, senyum selalu mengembang, bertegur sapa menanya kabar “kaifa haluk akhi?”.

Inilah manhaj persaudaraan. Ingatlah saudaraku!. Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga bagi orang-orang yang berada disekitarnya. Seorang mukmin akan selalu hati-hati, takut jika perbuatannya akan mendorong madhorot bagi saudaranya. Menjaga lisannya, agar yang keluar selalu kata-kata yang menggugah iman, memperkuat persaudaraan.

Jalan dakwah yang terbentang dihadapan kita masih panjang. Jalan ini adalah jalan kesusahan dan kesabaran yang berujung pada kebahagiaan. Pengorbanan demi pengorbanan senantiasa dituntut agar dapat istiqomah di jalan ini. Pengorbanan yang meliputi tenaga, waktu, fikiran, perasaan bahkan jiwa dan raga sekalipun merupakan sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Para Nabi dan shiddiqin, orang-orang terdahulu dari umat ini, telah meninggalkan jejak pengorbanan yang luar biasa bagi kita. Namun dibalik kekuatan kita menghadapi tantangan dakwah ini, kita membutuhkan ukhuwah dan persaudaraan. Ukhuwah yang akan membuat kita kuat dan istiqomah.

Senin, 07 Maret 2011

Kembali Menuliskan Sejarah...

Kuijinkan pena ini melangkah, mencurahkan segala isi hati dalam penantian panjang diperlintasan kereta kehidupan. Catatan sejarah dengan malu-malu menceritakan kisah perjuangan anak kampung. Terangkai dalam film orang-orang pengukir sejarah perubahan, melangkah dengan menggenapkan harapan menunaikan janji pada pipi keriput berlinang air mata. Di ruangan sempit ini, kuberanikan diri meniti senyum sebagai hak diriku yang takkan pernah terenggut oleh waktu, walau titah detik terus menari meninggalkan jejak pena namun ada sekilas kisah dalam kamus kehidupan yang mampu mengembangkan senyum perebahan.

Hidup dalam segala keterbatasan adalah keindahan yang tidak akan pernah dirasakan oleh orang lain, selama raga ini berprasangka baik terhadap apa yang menemani setiap tetes keringat. Keadilan yang takkan pernah tersuap, keadilan yang tidak sama tapi seimbang. Keadilan yang diberikan Allah azza wajalla akan selalu beriringan dengan kemampuan merubah masalah menjadi anugerah. Konsep peribadi penuh gairah, merubah, menelaah, menjamah, merumuskan hidup di sela-sela keterbatasan. Hidup ini terlalu indah untuk dihujani air mata. Maka carilah kebahagian yang hakiki!.

Cahaya sang fajar tidak akan pernah pelit untuk memberikan seberkas sinar, maka berbahagia menjalani terjalnya kehidupan karena di ujung gelapnya malam ada cahaya shubuh membangunkan mimpi buruk. Betapa banyak masalah yang terselesaikan. Betapa banyak jalan keluar yang menjamah setelah rasa putus asa yang berkepanjangan. Maka sungguh setelah kesusahan itu ada kebahagiaan menyelinap di balik sang fajar menyingsing. Barang siapa yang berani menggenggam tangkai yang berduri maka akhirnya ia dapat menuai harumnya mawar merah merekah. Manusia yang ingin mendapatkan emas murni, harus rela menggali lubang dengan mempertaruhkan nyawanya. Lalu, apa kita masih mengharap hujan uang dari langit tanpa mau sedikit berkorban mengeluarkan peluh?.

Banyak mata yang masih tenang terlelap di sela-sela meracaunya kehidupan. Setelah ini maka semua kembali pada diri, pemenang ataukah pecundang itu adalah sebuah pilihan. Ingat!. Maka silakan memilih, silahkan ridho dengan pilihan, silahkan berubah dengan bersyukur ataukah tetap egois dalam kekufuran yang melenakan.

Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan. Lalu ingatlah sabda Rasulullah saw:

“Kerjalah apa yang bermanfaat untukmu, dan mintalah pertolongan kepada Allah. Jangan mudah menyerah dan jangan pernah berkata, ‘Kalau saja aku melakukan yang begini pasti akan jadi begini.’ Tapi katakanlah ‘Allah telah mentakdirkan, dan apa yang Dia kehendaki pasti akan Dia lakukan’.”

Ini hidup. Ini perjuangan yang terangkai dalam jejak pena sang pengelana. Bukan karena ada jiwamu tapi karena kerja keras beriring keikhlasan dalam menorehkan sejarah.

Seorang ulama salaf mengatakan: “Wahai anak Adam, hidupmu itu tiga hari saja: hari kemarin yang telah berlalu, hari esok yang belum datang, dan hari ini di mana Anda harus bertakwa kepada Allah!”

Maka raihlah takwa, mulailah menorehkan sejarah kebaikan yang akan selalu dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Hari ini milik anda, lakukanlah yang terbaik. Jangan lengah dalam kungkungan waktu, karena perubahan itu takkan pernah terjadi tanpa langkah pertama. Mulailah dengan sebuah keyakinan, dengan menghilangkan masa lalu yang buruk untuk diingat.

Dalam sebuah kutipan Kitab La Tahzan:

Atsar yang berbunyi: Jika pagi tiba, janganlah menunggu sore; dan jika sore tiba, janganlah menunggu hingga waktu pagi, dapat pula diartikan bahwa Anda harus membatasi angan-angan Anda, menunggu ajal yang sewaktu-waktu menjemput Anda, dan selalu berbuat baik. Jangan larut dalam kecemasan-kecemasan di luar hari ini. Kerahkan segala kemampuan untuk hari ini. Berbuatlah semaksimal mungkin, dan pusatkan konsentrasi Anda untuk melakukan sesuatu dengan cara meningkatkan kualitas moral, menjaga kesehatan, dan memperbaiki hubungan dengan sesame.

Sekali lagi mulai torehkan sejarah hidup, jangan mau jadi nomor dua di pinggir bayang-bayang orang lain.